Blockchain, apaan sih?? Pernah denger tapi gapernah tau wujudnya gimana makhluk yang satu ini, ada juga yang bilang teknologi ini tuh bagian dari cryptocurrency yang lagi viral belakangan ini. Tapi bentar deh.. hubungannya apa coba? Cryptocurrency kan uang digital. Udah blockchain, ada lagi traceability system. Makin gagal paham deh sama dua hal ini. Tenangg.. karena itulah teman-teman harus sering berkunjung ke sini, biar tetap update dengan perkembangan teknologi seperti blockchain ini. Yukk langsung aja kita kupas satu per satu!!
Blockchain
Pertama kita bahas dulu nih asal muasal teknologi blockchain, dari mana asalnya dan kenapa dia punya nama yang artinya ‘rantai blok’. Jika diilustrasikan, bentuknya memang sesuai dengan namanya, dimana blok adalah serangkaian data yang dikelompokkan menjadi satu kemudian blok tersebut dihubungkan dengan blok lainnya sehingga terbentuk untaian data seperti rantai. Nahh.. sekarang sudah bisa terbayang soal bentuknya gimana hehe.. tapi siapa sihh sebenarnya yang punya ide soal menghubungkan data layaknya rantai ini??
Sampai saat ini belum ada yang tahu secara pasti penemu teknologi ini, namun banyak sumber yang membahas tentang blockchain menyebutkan satu orang yang sama sebagai pihak yang mencetuskan sistem bitcoin di dunia yaitu “Satoshi Nakamoto”. Tunggu dulu.. dia pencetus sistem bitcoin kan, trus apa hubungannya? Jadii.. begini gais, blockchain itu sebenarnya adalah teknologi yang memungkinkan untuk merekam dan memverifikasi aktivitas data yang terjadi dalam untaian rantainya. Bingung?? Semisal kamu mau membeli jam tangan dari temanmu, aktivitas yang terjadi adalah terdapat pertukaran antara uang yang kamu bawa dengan jam tangan yang berpindah kepemilikan dari temanmu menjadi milikmu, blockchain adalah pihak yang dapat merekam semua kejadian tersebut dan mencatatnya dalam sebuah daftar transaksi yang tidak bisa dihapus atau nyaris mustahil untuk diinterupsi.
Bagian terpentingnya adalah daftar transaksi tersebut disebarluaskan dan dapat dilihat oleh semua orang yang masuk dalam jaringan blockchain, sehingga nyaris tidak mungkin terjadi penipuan. Kok bisa?? Karena blockchain punya karakteristik yaitu immutable dan distributed. Okee.. sekarang paham, berarti blockchain ini bisa mengawasi aktivitas transaksi kan? Terus perbedaannya dengan database apa? Kan teknologi ini juga berperan sebagai pencatatan dalam mayoritas transaksi saat ini.
Blockchain vs Database
Perbedaan paling utama diantara blockchain dan sebuah database adalah immutable, pada sebuah database terdapat pihak yang berwenang untuk menambahkan, menghapus bahkan merubah data jika terjadi kesalahan. Pada blockchain, hal ini tidak mungkin karena elemen penghubung antara blok di jaringan blockchain yaitu kriptografi yang disebut dengan hash, ia selalu berubah bergantung pada konten data yang ada di dalamnya. Jika terjadi perubahan pada satu blok saja maka hash pada blok selanjutnya akan berubah, terus masalahnya dimana??
Pada jaringan blockchain ini terdapat konsep konsensus untuk melakukan verifikasi dan menentukan validitas sebuah transaksi, dimana terdapat beberapa pihak yang mendapatkan blok yang terdistribusi dalam jaringan blockchain dan bertindak sebagai pengawas transaksi tersebut. Jika terdapat perubahan hash pada salah satu data yang terdistribusi pada blockchain maka transaksi tersebut layaknya anomali diantara data lain yang seragam, sehingga transaksi diidentifikasi sebagai tidak valid. Seperti inilah mekanisme yang menjaga dan membetuk karakteristik immutable pada blockchain. Berbeda dengan database dimana anomali lebih sulit terdeteksi karena data tersebut bersifat terpusat dan ada pihak berwenang yang berpotensi untuk merubah kontennya, tidak seperti blockchain yang datanya disebarkan (distributed) pada beberapa pihak sekaligus dan bisa diverifikasi dengan mekanisme konsensus.
Udah bingung..?? Semoga tidak ya, tapi secara sederhana kita dapat menyebut blockchain ini sebagai buku catatan yang sulit sekali berbohong, karena isinya selalu update kepada teman-teman kita dan kalau terjadi perubahan catatan pun teman-teman kita bisa tahu. Konsep inilah yang membuat blockchain sebagai teknologi yang bersifat disruptif terhadap sistem transaksi keuangan saat ini, karena dengan teknologi ini maka sebagian besar fungsi bank sebagai pihak yang menengahi dan memverifikasi transaksi dapat digantikan oleh teknologi ini.
Blockchain Around Us
Sekarang.. kita sudah tahu soal blockchain yang bersifat disruptif terhadap sistem perbankan saat ini, tapi kemudian muncul pertanyaan, “di Indonesia sudah ada blockchain??” “Buat apa bahas ini dalam-dalam kalau di negara kita belum ada, betull gak..??” Jawabannya teman-teman, SUDAH.
“Mana buktinya!! Kita gak percaya!!”
Mungkin kalau ada yang berpendapat seperti di atas, itu wajar karena nyatanya blockchain yang ada tidak bisa kita lihat namun bisa kita rasakan manfaatnya. Teman-teman, beberapa platform yang bertindak sebagai dompet sekaligus token dari cryptocurrency seperti Ethereum (ETH), Litecoin (LTC) dan Tron (TRX) telah menggunakan blockchain dalam operasional transaksi cryptocurrency mereka. Selain itu memang terdapat implementasi blockchain berupa NFT (Non-Fungible Token) pada video atau karya seni, untuk menjaga orisinalitasnya (Conti & Schmidt, 2021).
Diantara ketiganya, teman-teman mungkin lebih mengenal Ethereum atau selain ketiganya terdapat cryptocurrency yang sempat viral yaitu Dogecoin. Tapi pada intinya, pada saat teman-teman mulai menggunakan cryptocurrency maka disitulah teman-teman masuk ke dalam jaringan blockchain. Apalagi jika sudah mencoba untuk menggunakannya dalam sebuah transaksi, maka teman-teman sudah menjadi penikmat dari teknologi blockchain tersebut. Namun, terdapat karakteristik yang mungkin menjadi kelemahan dari teknologi blockchain ini yaitu mekanisme konsensus dalam proses verifikasi validitas transaksi.
Perlu teman-teman tahu bahwa tipe jaringan blockchain adalah peer-to-peer dengan masing-masing pengguna dapat berperan sebagai server serta client secara bersamaan, lalu apa dampaknya?? Begini, ketika teman-teman melakukan transaksi dalam jaringan blockchain maka harus ada pihak yang melakukan verifikasi untuk menentukan validitas transaksi dan saat ini pihak itu disebut miner. Jika pertumbuhan transaksi tak selaras dengan jumlah miner, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama pada proses verifikasinya dan hal ini disebut dengan halting problem (Chen, 2021).
Kita tentu ingin sebuah transaksi itu berlangsung secara cepat dan mudah, jika ini terjadi maka yang kita didapatkan hanya mudahnya saja sementara kecepatan proses transaksi bergantung pada kapabilitas miner dalam jaringan blockchain. Akan sangat mengganggu jika ingin bertukar data saja (bukan aset crypto loh) tapi membutuhkan waktu lebih dari meneguk segelas air, karena jaringan sedang crowded. Solusinya bagaimana? Bisa cek di link berikut ya (https://medium.com/unstoppabledomains/understanding-the-scalability-issue-of-blockchain-b104c9b6efc1)
Tidak terlihat namun bisa dirasakan manfaatnya adalah ungkapan yang cocok terhadap blockchain ini, jika teman-teman ingin untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut, bisa klik link berikut (https://www.hyperledger.org/) karena HyperLedger adalah salah satu dari pengembang dari teknologi blockchain untuk perusahaan termasuk proses bisnis atau industri. Nah, sekarang kita sudah tahu bentuk blockchain di sekitar kita, yang tentunya masih segelintir orang yang menggunakannya sebagai alat tukar yaitu cryptocurrency dan terlepas dari kekurangannya kita tahu bahwa teknologi ini belum bisa diimplementasikan secara luas. Tapi.. apa tidak ada manfaat lain dari teknologi yang bisa merekap data secara jujur dan sulit sekali untuk menipu di dalamnya?? Tentu saja ada kawan!!
Blockchain based traceability system
Teknologi blockchain dapat digunakan untuk menjaga orisinalitas data dan meningkatkan reliabilitas terhadap data serta aktivitas bisnis (Visconti, 2019). Hal ini dapat terjadi karena ada mekanisme konsensus pada data yang terdistribusi di dalam jaringannya. Selain itu bisa dilakukan aktivitas audit dengan menelusuri data dari hilir kembali ke hulu. Teman-teman, blockchain sejatinya bisa juga berfungsi sebagai sebuah sistem penelusuran (traceability system) yang berguna pada beberapa aktivitas bisnis seperti audit dan asset tracking. Di mana aktivitas ini terjadi?? Pada bisnis, keduanya terjadi pada aspek operasional, yang paling mudah dilihat adalah pada proses pelacakan status pengiriman barang di perusahaan logistik seperti JNE dan JnT.
Salah satu potensi riil penggunaan blockchain adalah pada aktivitas di sebuah supply chain perusahaan dengan tujuan utama yaitu menyediakan traceability system yang lebih baik dibandingkan traceability system berbasis web atau sosial media yang sudah ada saat ini (Sodhi, 2019). Selain itu masih ada banyak sektor yang bisa mengadopsi teknologi blockchain,diantaranya adalah sektor pemerintah berupa e-governance untuk meningkatkan transparansi informasi dalam pemerintahan serta pada sektor kesehatan untuk melacak orisinalitas obat-obatan yang beredar. Nyaris setiap hal yang membutuhkan validasi transaksi bisa menggunakan teknologi blockchain, tapi masa iya beli kerupuk di warung sebelah butuh teknologi ini?? Tentu aja bisa, tapi itu masih di masa depan yang terjangkau, ketika masyarakat secara luas sudah mengadopsi cryptocurrency maka transaksi semacam itu bisa saja melalui teknologi blockchain.
Teknologi blockchain sudah hadir di Indonesia teman-teman, dan percayalah tidak akan menunggu waktu yang lama hingga nantinya teknologi ini diadopsi oleh perusahaan skala nasional dan bisa dinikmati manfaatnya oleh kita sebagai masyarakat. Termasuk pemerintah, juga bisa menggunakannya demi transparansi informasi pada publik khususnya pada barang yang perlu dilacak peredarannya seperti obat dan rokok. Bahkan, bukan tidak mungkin jika blockchain digunakan pada sebuah halal supply chain untuk memantau peredaran barang halal.